Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengapa Pekerja Asing Dibayar Lebih Tinggi Dibanding Pekerja Lokal?

Pernahkah Anda bekerja dengan tenaga kerja asing di Indonesia? Atau pernahkah Anda mengetahui teman Anda bekerja di perusahaan di mana ada pekerja asing di dalamnya? 

Courtesy: www.en.mihaaru.com

Jika Anda pernah bekerja bersama tenaga kerja asing, atau Anda pernah mengetahui orang asing bekerja di Indonesia, tentu Anda tahu bahwa pekerja asing ternyata dibayar lebih tinggi dibandingkan pekerja lokal. Mengapa demikian? Apakah karena mereka memiliki skill yang lebih tinggi dibaindingkan pekerja dalam negeri?

Sebuah artikel di theguardian.com yang ditulis oleh seorang konsultan asal Asia Tenggara (tidak disebutkan dari mana asal negaranya) mengatakan bahwa mengapa ekspatriat atau pekerja asing - khususnya yang berambut pirang dan bermata biru - dibayar lebih tinggi dari pekerja lokal adalah lebih karena mereka dihargai lebih ketimbang pekerja dalam negeri. Memiliki tenaga kerja asing dianggap sebagai kehormatan jika bisa bekerja bersama mereka, dan itu sering pula ditunjukkan di jejaring sosial mereka yang bekerja bersama orang asing. Mereka menggap itu satu wujud keberhasilan. 

Berikut sebagian kutipan artikel yang penulisnya tidak mau menyebutkan identitasnya:

Namun, pengalaman saya selama empat tahun dengan orang-orang yang bekerja menangani bantuan dari Eropa dan Amerika Utara telah membuat saya mengerti bahwa sebenarnya kami tidak begitu berbeda, terutama jika menyangkut etika kerja kami. Orang-orang dari negara saya justru menjadikan para ekspatriat sebagai panutan dan menjadikan pimpinan, dengan asumi asumsi mereka lebih disiplin dan pekerja keras. Pengalaman saya justu menunjukkan sebaliknya. Dan kita seharunya tidak menganggap profesionalisme seseorang berdasarkan kewarganegaraannya. Saya pernah bekerja dengan seorang konsultan internasional dari salah satu badan PBB yang terlambat dua bulan untuk mengirimkan laporannya, sementara seorang konsultan lokal yang bekerja dengan saya lebih profesional, kompeten, dan tepat waktu dalam hal memenuhi tenggat waktu.

Dua hal yang berlawanan ini ini membuat saya merasa frustrasi mengapa baik masyarakat dan maupun pihak yang memberikan bantuan itu lebih menghargai suara "pakar internasional" dibanding pakar lokal. Saya kira atasan saya tidak menyadari betapa menyinggungnya saat mereka memberitahu kami bahwa kami memerlukan manajer proyek internasional. Betapa mereka berpikir orang-orang negara saya tidak kompeten sehingga mereka harus menerbangkan seorang "ahli internasional" yang jauhnya 7.000 mil, hanya untuk melakukan satu hari pelatihan agar lebih ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari? Mungkinkah mereka benar-benar tidak menemukan orang di negara saya yang dapat melakukannya?

Dari kutipan artikel di atas jelas terlihat bahwa bukan masalah kompetensi atau keahlian yang membuat pekerja asing dibayar lebih mahal, tetapi lebih kepada prestige.

Banyak orang lokal yang memiliki kompetensi, skill, dan komitmen jauh lebih tinggi dibandingkan pekerja asing yang katanya level "internasional", namun dipandang kurang bernilai dibandingkan pekerja asing.

Dengan demikian, alasan sebenarnya mengapa pekerja asing dibayar lebih tniggi dibanding pekerja lokal adalah lebih karena over-value terhadap pekerja asing, bukan karena kompetensi dan skill.